Selasa, 07 Januari 2014

Makalah Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah

MAKALAH
“KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH (KHES)”

BAB I
PENDAHULUAN

Penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) yang dikoordinir oleh Mahkamah Agung (MA) RI merupakan respon terhadap perkembangan baru dalam kajian dan praktek hukum muamalat (ekonomi Islam) di Indonesia. Praktik hukum muamalat secara institusional di Indonesia itu sudah dimulai sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1990, kemudian disusul oleh lembaga keuangan syari’ah (LKS) lainnya setelah melihat prospek dan ketangguhan LKS seperti BMI ketika melewati krisis ekonomi nasional sekitar tahun 1998. Belakangan, perkembanganLKS tersebut semakin pesat yang tentu akan menggambarkan banyaknya praktek hukum muamalat di kalangan umat Islam.
Banyaknya praktek hukum tersebut juga sarat dengan berbagai permasalahan yang muncul akibat dari tarik menarik antar kepentingan para pihak dalam persoalan ekonomi, sementara untuk saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus terhadap permasalahan itu. Sejak tahun 1994, jika ada sengketa ekonomi syariah maka diselesaikan lewat Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) yang hanya sebagai mediator (penengah) dan belum mengikat secara hukum. Peraturan yang diterapkan juga masih terbatas pada peraturan Bank Indonesia (BI) yang merujuk kepada fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Sedangkan fatwa itu, sebagaimana dimaklumi dalam hukum Islam, adalah pendapat hukum yang tidak mengikat seluruh umat Islam. Sama halnya dengan fikih.
Upaya positifisasi hukum perdata Islam seperti ini juga pernah dilakukan juga oleh Pemerintahan Turki Usmani dalam meberlakukan Kitab Hukum Perdata Islam Majalah al-Ahkam a’-’Adliyyah yang terdiri dari 1851 pasal.
Disamping itu, ”positifisasi” hukum perdata Islam tersebut merupakan realisasi impian sebagian umat Islam sejak zaman dulu yang pada masa pemerintahan Hindia Belanda masih diterapkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang notebene adalah terjemahan dari Borgelijk Wetbook (BW) ciptaan Kolonial Belanda.
Diakui, untuk saat ini positifisasi hukum muamalat sudah menjadi keniscayaan bagi umat Islam, mengingat praktek ekonomi syari’ah sudah semakin semarak melalui LKS-LKS. Kompilasi tersebut kemudian dijadikan acuan dalam penyelesaian perkara-perkara ekonomi syari’ah yang semakin hari semakin bertambah, seiring dengan perkembangan LKS. Adapun lembaga peradilan yang berkompetensi dalam penerapan KHES adalah Peradilan Agama (PA), karena secara materiil, KHES adalah hukum Islam, sebagaimana wewenang PA dalam pelaksanaan Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebelumnya melalui Inpres Nomor 1 tahun 1991.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ekonomi Syariah
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), ekonomi Syariah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang perorang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau todak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut prinsip syariah.[1] Menurut Muhammad Abdullah al-‘Arabi, merupakan sekumpulan dasar-dasar ekonomi yang kita simpulkan dari Al-Qur’an dan As-Ssunnah,  dan merupakan bangunan perekonomian yang kita dirikan atas dasar-dasar-dasar tersebut sesuai tiap lingkungan dan masa[2]. Menurut Prof. Dr. Zainuddin Ali, ekonomii syariah adalah kumpulan norma hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist yang mengatur perekonomian umat manusia. Menurut MA. Mannan, ekonomi syariah adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam[3].

Dari berbagai pendapat para ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan mendasar bahwa Ekonomi Syariah adalah sumber ekonomi yang bersumber dari wahyu yaitu Al-Qur’an dan Hadist, juga interpretasi dari wahyu yang disebut Ijtihad. Hal yang perlu diingat disini bahwa hukum-hukum yang bersifat qath’ie, secara konsep dan prinsip adalah tetap. Sedangkan hukum yang diambil dari nash yang bersifat dzanni, hukumnya tidak tetap atau dapat berubah seiring zaman dan tempat digunakannya hukum tersebut.



B.     Ruang Lingkup Ekonomi Syariah
Bila kita memeperhatikan cakupan bab dan pasal dalam KHES, maka bisa dikatakan bahwa ruang lingkup ekonomi syariah meliputi : ba’i, akad-akad jual beli, syirkah, mudharabah, murabahah, muzara’ah dan musaqah, khiyat, ististna’, ijarah, kafalah, hawalah, rahn, wadli’ah, ghashab dan itlaf, wakalah, shulhu, pelepasan hak, ta’min, obligasi syariah mudharabah, pasar modal, reksadana syariah, sertifikasi bank Indonesia syariah, pembiayaann multi jasa, qard, pembiayaan rekening koran syariah, dana pesiun syariah, zakat dan hibah,  dan akuntansi syariah.
Namun, bila kita melihat dari UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7Tahun 1989 tentang Peraadilan Agama,  ruang lingku Ekonomi Syariah meliputi : bank syariah, lembaga keuangan mikro ekonomi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berjagka menengah syariah, sekuritas syariahpembiayaan syariah, pegadaian syariah dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.
Untuk mempermudah pemahaman, mari kita ulas secara singkat tentang istilah istilah diatas.
1.      Ba’I adalah jula beli antara  benda dengan benda atau pertukaran benda dengan uang.
2.      Akad adalah suatu kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
3.      Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal pemodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.
4.      Mudharabah adalah kerjasama antara pemiik dana atau penanam modal dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.
5.      Muzara’ah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan pengelola untuk memanfaatkan lahan.
6.      Musaqah adalah kerjasama antara pihak-pihak dalam pemeliharaan tanaman dengan pembagian hasil berdasarkan nisbah yang telah disepakati oleh semua pihak.
7.      Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh pemilih harta dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi pemilik harta  dan pengembaliannya dilakukan secara tunai ataupun angsur.
8.      Khiyar adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad jual-beli yang dilakukan.
9.      Ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran.
10.  Istishna’ adalah jual beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dan pihak penjual.
11.  Kafalah adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin pada pihak ketiga /pemberi jaminan untuk memenuhi kewajiban pihak kedua/peminjam.
12.  Hawalah adalah pengalihan utang dan muhil al-ashil kepada muhal alaih.
13.  Rahn/gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan.
14.  Ghashab pengambilan hak milik orang lain tanpa izin dan tanpa niat untuk memilkinya.
15.  Itlaf/perusakan adalah penggurangan suatu kualitas nilai suatu barang.
16.  Wadli’ah adalah penitipan dana antara pihak pemilik dan dan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut.
17.  Ju’alah adalah perjanjian pihak tertentu dari pihak pertama pada pihak kedua atas pelaksaan suatu tugas / pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak bersama.
18.  Wakalah adalah pemberian kuasa kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu.
19.  Obligasi syariah adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset urat berharga, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
20.  Reksadana syariah adalah lembaga jasa keuangan non-bank yang kegiatannya berorientasi pada investasi disektor portofolio atau nilai kolektif dari surat berharga.
21.  Surat berharga komersial syariah adalah suarat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
22.  Ta’min atau asuransi adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, yang mana pihak petanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi ta’min untuk menerima penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
23.  Syuuq Maaliyah/pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lebmaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
24.  Waraqah Tijariyah/surat berharga syariah adalah surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan di pasar modal, antara wesel, obligasi syariah, sertfikasi reksadana syariah, dan surat berharga lainnya berdasarkan prinsip syariah.
25.  Salam adalah jasa pembiyaan yang berkaitan dengan jual beli yag pembiayaannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang.
26.  Qard adalah penyediaan dana atau tagihan antara lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau ciciclan dalam jangka waktu tertentu.
27.  Ba’I al-wafa/jual belai dengan hak membeli kembali adalah jual beli yang dilangsungkan dengan syarat bahwa  barang yang dijual tersebut dapat dibeli kembali oleh penjual apabila tenggang waktu telah tiba.
Dari beberapa pemaparan dan perincian diatas, dapat dirumuskan bahwa sistem ekonomi syariah memilki beberapa tujuan, yaitu :
1.      Kesejahteraan ekonomi dalam kerangka norma moral islam
#sŒÎ*sùÏMuŠÅÒè%äo4qn=¢Á9$#(#rãÏ±tFR$$sùÎûÇÚöF{$#(#qäótGö/$#ur`ÏBÈ@ôÒsù«!$#(#rãä.øŒ$#ur©!$##ZŽÏWx.ö/ä3¯=yè©9tbqßsÎ=øÿè?ÇÊÉÈ
2.      Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal
$pkšr'¯»tƒâ¨$¨Z9$#$¯RÎ)/ä3»oYø)n=yz`ÏiB9x.sŒ4Ós\Ré&uröNä3»oYù=yèy_ur$\/qãè䩟@ͬ!$t7s%ur(#þqèùu$yètGÏ94¨bÎ)ö/ä3tBtò2r&yYÏã«!$#öNä39s)ø?r&4¨bÎ)©!$#îLìÎ=tã׎Î7yzÇÊÌÈ

3.      Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata
ª!$#urŸ@žÒsùö/ä3ŸÒ÷èt/4n?tã<Ù÷èt/ÎûÉ-øÌh9$#4$yJsùšúïÏ%©!$#(#qè=ÅeÒèùÏjŠ!#tÎ/óOÎgÏ%øÍ4n?tã$tBôMx6n=tBöNåkß]»yJ÷ƒr&óOßgsùÏmŠÏùíä!#uqy4ÏpyJ÷èÏZÎ6sùr&«!$#šcrßysøgsÇÐÊÈ
4.      Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial
*`tBuröNÎ=ó¡çÿ¼çmygô_urn<Î)«!$#uqèdurÖ`Å¡øtèCÏs)sùy7|¡ôJtGó$#Íouröãèø9$$Î/4s+øOâqø9$#3n<Î)ur«!$#èpt7É)»tãÍqãBW{$#ÇËËÈ
C.    Sumber Ekonomi Syariah
1.      Al-Qur’an
Salah satu ayat tentang tata cara bermuamalah seperti dalam QS. Al-Baqarah ayat 282
$ygƒr'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä#sŒÎ)LäêZtƒ#ys?AûøïyÎ/#n<Î)9@y_r&wK|¡Bçnqç7çFò2$$sù4=çGõ3uø9uröNä3uZ÷­/7=Ï?$Ÿ2ÉAôyèø9$$Î/4Ÿwurz>ù'tƒë=Ï?%x.br&|=çFõ3tƒ$yJŸ2çmyJ¯=tãª!$#4ó=çGò6uù=sùÈ@Î=ôJãŠø9urÏ%©!$#Ïmøn=tã,ysø9$#È,­Guø9ur©!$#¼çm­/uŸwuró§yö7tƒçm÷ZÏB$\«øx©4bÎ*sùtb%x.Ï%©!$#Ïmøn=tã,ysø9$#$·gŠÏÿy÷rr&$¸ÿÏè|Ê÷rr&ŸwßìÏÜtGó¡obr&¨@ÏJãƒuqèdö@Î=ôJãŠù=sù¼çmÏ9urÉAôyèø9$$Î/4(#rßÎhô±tFó$#urÈûøïyÍky­`ÏBöNà6Ï9%y`Íh(bÎ*sùöN©9$tRqä3tƒÈû÷ün=ã_u×@ã_tsùÈb$s?r&zöD$#ur`£JÏBtböq|Êös?z`ÏBÏä!#ypk9$#br&¨@ÅÒs?$yJßg1y÷nÎ)tÅe2xçFsù$yJßg1y÷nÎ)3t÷zW{$#4Ÿwurz>ù'tƒâä!#ypk9$##sŒÎ)$tB(#qããߊ4Ÿwur(#þqßJt«ó¡s?br&çnqç7çFõ3s?#·ŽÉó|¹÷rr&#·ŽÎ7Ÿ2#n<Î)¾Ï&Î#y_r&4öNä3Ï9ºsŒäÝ|¡ø%r&yZÏã«!$#ãPuqø%r&urÍoy»pk¤=Ï9#oT÷Šr&uržwr&(#þqç/$s?ös?(HwÎ)br&šcqä3s?¸ot»yfÏ?ZouŽÅÑ%tn$ygtRr㍃Ïè?öNà6oY÷t/}§øŠn=sùö/ä3øn=tæîy$uZã_žwr&$ydqç7çFõ3s?3(#ÿrßÎgô©r&ur#sŒÎ)óOçF÷ètƒ$t6s?4Ÿwur§!$ŸÒãƒÒ=Ï?%x.ŸwurÓÎgx©4bÎ)ur(#qè=yèøÿs?¼çm¯RÎ*sù8-qÝ¡èùöNà6Î/3(#qà)¨?$#ur©!$#(ãNà6ßJÏk=yèãƒurª!$#3ª!$#urÈe@à6Î/>äóÓx«ÒOŠÎ=tæÇËÑËÈ
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

[179] Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.


2.      As-Sunnah
Salah satu contohnya adalah hadist yang menerangkan larangan menipu. “Barang siapa yang menipu kami, maka tidak termasuk golongan kami.”
3.      Ijtihad
Untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum muamalah (ekonomi syariah) yang baruyang timbul seiring kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat, sangat dibutuhkan pemikiran-pemikiran baru yang biasa dikenal dengan ijtihad. Sumber ijtihad inilah yang memegang peranan penting dalam mengembangkan fiqh Islam, terutama dalam bidang muamalah (ekonomi). Dan kiranya tidak terlalu berlebihan jika kita mengatakan bahwa sumber ijtihad yang paling banyak dibutuhkan adalah dalam bidang muamalah.[4]

D.    Dasar-Dasar Ekonomi Syariah
1.      Mengakui Hak Milik ( Baik secara Individu atau Umum)
Sistem ekonomi syariah mengakui hak seseorang untuk memiliki apa saja yang ia inginkan dari barang-barang produksi ataupun barang konsumsi. Dalam hal ini ekonomi syariah juga mengakui kemaslahatan umum, guna mencaoai keseimbangan dan keadilan di masyarakat. Hal ini tampaknya jelas terbukti bahwa sistem ekonomi diluar konsep islam, seperti konsep liberal, sosialis dan komunis menemui kegagalan bahkan kebangkrutan contohnya ambruknya raksasa sosialis komunis Uni Soviet. Demikianlah sepertinya konsep bahwa yang baik dan benar akan tetap dan yang buruk dan batil pastilah lambat laun akan mengalami kehancuran. Seperti dalam kalamnya yang indah “ adapun buih itu akan lenyap sebagai sesuatu yang tidak ada harganya, adapun yang member manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan” (QS Ar Rad:17)
2.      Kebebasan Ekonomi Bersyarat
Dalam hal ini ada syarat yang harus dipenuhi dari kebebasan-kebebasan tersebut:
·         Memperhatikan halal haram
·         Komitmen terhadap kewajiban-kewajiban yang telah disyariatkan islam.
·         Tidak menyerahkan pengelolaan harta kepada orang-orang bodoh, kurang akal dan lemah.
·         Hak untuk berserikat (saling memiliki) dengan tetangga atau mitra kerja.
·         Tidak dibenarkan mengelola harta pribadi yang merugigan kepentingan orang banyak. Hal ini harus memenuhi kaidah hokum sebagai berikut:
o  Laa dharar wala dhirar ( tidak boleh merugikan atau membahayakan.
o  Adharar yulal (menghlangkan kemudharatan atau bahaya)
o  Menanggung beban kerugian untuk mencegah bahaya yang menimpa masyarakat umum.
·         At-takaful al-ijtima’I (kebersamaan dalam menangung suatu kebaikan).

E.     Keistimewaan Dan Karakteristik Ekonomi Syariah
Terdapat keistimewaan dan karakteristik ekonomi syariah yang berbeda dengan sistem ekonomi konvensional,yaitu:
1.      Ekonomi syariah adalah suatu yang tidak bisa dipisahkan dari konsep islam yang utuh dan menteluruh.
2.      Aktifitasnya adalah suatu bentuk ibadah.
3.      Tatanan ekonomi syariah memiliki tujuan yang mulia.
4.      Ekonomi syariah merupakan sistem yang memiliki pengawasan melekat yang berakar dari keimanan dan tanggung jawab kepada Allah.
5.      Merupakan sebuah sistem yang menselaraskan antara maslahat individu dan maslahat umum.[5]
6.      Terikat pada akidah, syariah dan moral.
7.      Keseimbangan antara rohani dan kebendaan.
8.      Kebebasan individu yang dijamin oleh islam.
9.      Negara diberi wewenang untuk ikut turut campur dalam perekonomian.
10.  Bimbingan konsumsi.
11.  Petunjuk investasi.
12.  Zakat.
13.  Larangan riba.[6]

F.     Seputar KHES
1.        Penyusunan KHES
Lahirnya KHES tersebut berawal dari terbitnya UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (UUPA). UU No.3 Tahun 2006 ini memperluas kewenangan PA sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan umat Islam Indonesia saat ini. Dengan perluasan kewenangan tersebut, kini PA tidak hanya berwenang menyelesaikan sengketa di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan sadaqah saja, melainkan juga menangani permohonan pengangkatan anak (adopsi) dan menyelesaikan sengketa dalam zakat, infaq, serta sengketa hak milik dan keperdataan lainnya antara sesama muslim, dan ekonomi syari’ah. Kaitannya dengan wewenang baru PA ini, dalam Pasal 49 UUPA diubah menjadi:
”Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara oirang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. perkawinan;
b. waris;
c. wasiat;
d. hibah;
e. wakaf;
f. zakat;
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i. ekonomi syari’ah.”

Penjelasan untuk huruf i (ekonomi syari’ah): ”Yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi:
a. bank syari’ah;
b. lembaga keuangan mikro syari’ah;
c. asuransi syari’ah;
d. resuransi syari’ah;
e. reksadana syari’ah;
f. obligasi dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
g. sekuritas syari’ah;
h. pembiayaan syari’ah;
i. pegadaian syari’ah;
j. dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan
k. bisnis syari’ah.”

Setelah UU No. 3/2006 tersebut diundangkan maka Ketua MA membentuk Tim Penyusunan KHES berdasarkan surat keputusan Nomor: KMA/097/SK/X/2006 tanggal 20 Oktober 2006 yang diketuai oleh Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.I.P., M.Hum. Tugas dari Tim tersebut secaraumum adalah menghimpun dan mengolah bahan (materi) yang diperlukan, menyusun draft naskah, menyelenggarakan diskusi dan seminar yang mengkaji draft naskah tersebut dengan lembaga, ulama dan para pakar, menyempurnakan naskah, dan melaporkan hasil penyusunan tersebut kepada Ketua MA RI.

2.        Langkah-langkah atau tahapan yang telah ditempuh oleh Tim tersebut adalah:
a.    Menyesuaikan pola pikir (united legal opinion) dalam bentuk seminar ekonomi syari’ah di Hotel Sahid Kusuma Solo pada tanggal 21-23 April 2006 dan di Hotel Sahid Yogyakarta pada tanggal 4-6 Juni 2006. Pembicara dalam dua seminar tersebut adalah para pakar ekonomi syariah, baik dari perguruan tinggi, DSN/MUI, Basyarnas, dan para praktisi perbankan syariah (Bank Muamalat) serta para hakim dari lingkungan peradilan umum dan PA.
b.    Mencari format yang ideal (united legal frame work) dalam bentuk pertemuan dengan BI dalam rangka mencari masukan tentang segala hal yang berlaku pada BI terhadap ekonomi syariah dan sejauh mana pembinaan yang telah dilakukan oleh BI terhadap perbankan syariah. Acara tersebut dilaksanakan di Hotel Bidakara Jakarta pada tanggal 7 Juni 2006. Selain itu juga telah dilaksanakan Semiloka tentang ekonomi syariah di Hotel Grand Alia Cikini Jakarta tanggal 20 November 2006. Pembicara dalam acara tersebut adalah para pakar ekonomi syariah dari BI, Pusat Komunikasi Ekonomi Syari’ah (PKES), MUI, Ikatan Para Ahli Ekonomi Syariah dan para praktisi hukum.
c.    Melaksanakan kajian pustaka (library research) yang disesuaikan dengan pembagian empat kelompok di atas. Untuk melengkapi referensi, Tim KHES telah melakukan studi banding ke Pusat Kajian Ekonomi Islam Universitas Islam Internasional Kuala Lumpur, Pusat Takaful Malaysia Kuala Lumpur, Lembaga Keuangan Islam dan Lembaga Penyelesian Sengketa Perbankan di Kuala Lumpur pada tanggal 16-20 November 2006. Studi banding juga dilaksanakan ke Pusat Pengkajian Hukum Ekonomi Islam Universitas Islam Internasional Islamabad, Shariah Court Pakistan, Mizan Bank Islamabad Pakistan, Bank Islam Pakistan dan beberapa lembaga keuangan shariah di Pakistan. Kunjungan ini dilaksanakan pada tanggal 25-27 Juni 2007.
d.   Tahap pengolahan dan analisis bahan dan data-data yang sudah terkumpul. Draft KHES yang disusun dalam tahap pertama sebanyak 1015 pasal dilaksanakan selama empat bulan. Kemudian diadakan pembahasan dan diskusi tentang isi materi draft KHES tersebut.

3.    Kitab-kitab Fiqh yang Menjadi Rujukan terbentuknya KHES:
1.      Al fiqh al Islami wa Adhilatuhu, karya Wahbah al Zuhaili
2.      Al Fiqh Al Islami fi Tsaubihi al jadid, karya Mustafa Ahmad Zarqa
3.      Al Muammalat al madiyah wa al Adabiyah, karya Ali Fikri
4.      Al wasith fi syarh al qanun al madani al jadid, karya Abd al Razaq ahmad al Sanhuri
5.      Al muqarat al tasyriyyah baina al qawaniin al wadhiyah al madaniyah wa al tasyri’ al islami karya sayyid Abdullah Al husaini
6.      Durar al Hukam; Syarah Majjalat al ahkam,karya Ali Haidar
7.      Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional
8.      Peraturan Bank Indonesia tentang Perbankan
9.      PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No.59 tanggal 1 Mei 2002 tentang Perbankan Syariah.
Dari beberapa tahap diatas maka lahirlah sebuah buku kompilasi Hukum Ekonomi Syariah berdasarkaan keputusan Mahkamah Agung RI No.2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

G.    Praktik Ekonomi Syariah Di Indonesia
Ekonomi syariah secara historis di Indonesia berdasarkan paket kebijakan Menteri keuangan pada Desember 1983 atau yang sering disebut dengan Pakdes 1983. Kebijakan ini memberikan peluang kepada bank untuk memberikan bunga 0% (zero interest). Kemudian pada tahun 1988 terdapat Paket Oktober yang intinya memberikan kemudahan untuk mendirikan bank-bank baru[7]. Akhirnya pada tahun 1991 muncullah bank-bank yang sesuai dengan prinsip syariah yakni Bank Muammalat Indonesia (BMI).
BMI muncul dilatarbelakangi adanya rekomendasi lokakarya ulam tentang bunga bank yang berlangsung di Cisarua Bogor 19-22 Agustus 1990. Kemudian hasil lokakarya tersebut dibahas pada Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung di Hotel Syahid Jaya pada tanggal 22-25 Agustus 1990 di Jakarta. Berdasarkan amanat Munas IV MUI dibentuklah kelompok kerja (pokja) untuk mendirikan bank syariah Indonesia.
Pada waktu itu belum ada dasar mengenai pendirian bank syariah namun adanya paket deregulasi perbankan Oktober 1988 (Pakto 88) dapat dijadikan acuan, karena mengingat didalam pakto tersebut dijelaskan untuk diperkenankan adanya bank dengan bunga 0% (zero interest).Kemudian barulah pada tahuin 1992 diundangkan UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan yang secara implisit memberikan alternatis operasional bank menggunakan prinsip bagi hasil. Hal ini kemudian ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah no.72 tahun 1992 tentang Bank berdasarkan bagi hasil. Pada tahun 1998 UU No.7 tahun 1992 diubah dengan UU No.10 Tahun 1998 yang secara tegas mengakui keberadaan bank yang berdasarkan prinsip syariah disamping konvensional. Pada tahun inilah dimulai system perbankan ganda (dual banking system).
Lambat laun berkembangnya praktik Ekonomi syariah di Indonesia baik dalam bentuk lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank. Praktik ekonomi syariah di Indonesia tersebut berdasarkan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, peraturan Bank Indonesia, peraturan ketua Bapepam LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan), edaran Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
Salah satu hal yang paling penting yang harus diperhatikan pemerintah dalam me-recovery ekonomi Indonesia adalah menerapkan ekonomi syariah. Ekonomi syariah memiliki komitmen yang kuat pada pengentasan kemiskinan, penegakkan keadilan, pertumbuhan ekonomi, penghapusan riba, dan pelarangan spekulasi mata uang sehingga menciptakan stabilitas perekonomian.





BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP


KHES atau Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah suatu kompulan positivisasi hukum ekonomi yang bersangkut paut dengan muamalah sehari-hari antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya dengan objek dan waktu tertentu yang telah ditetapkan bersama.Terbentunya KHES merupakan suatu bukti akan keeksistensian Syariah atau Hukum Islam dalam kehidupan sehari dan dlam berbagai dimensi kehidupan. Seringkali masyarakat awam berpikir bahwa Syariah atau Hukum Islam hanya terbatas pada masalah ubudiyah atau peribadatan, namun dengan adanya positifisasi Hukum Ekonomi Syarian ini, akan lebih mempermudah interaksi muamalah masyarakat muslim terutama dalam hal perekonomian.
Sebab KHES merupakn bentuk ijtihad yang dilakukan oleh berbagai ahli, maka disana terdapat banyak pembahsan problematika kontemporer, seperti penjualan online, zakat profesi, dan lain-lain. Tugas kita selanjutnya sebagai generasi muda Muslim yang nasionalis, juga Nasionalis yang Muslim adalah memperkuat ikatan beragama dan berbangsa dengan aktif memunculkan gagasan yang apik guna menuju insan kamil dalam masyarakat madani yang menjadi uswah bagi peradaban dunia.Akhirnya, kami sampaikan banyak terima kasih atas segala perhatian. Saran dan krtik akan sangat membantu kami dalam berkembang dan memacu diri menjadi lebih baik. Maaf atas segala kekurangan.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Azhar Basyir.Asas-asas Hukum Muamalah.(Yogyakarta : UII Press, 2000)
Abdul Ghafur Anshori.Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan, Lembaga Pembiayaan, dan Perusahaan Pembiayaan.(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008)
Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung.Refrensi Ekonomi Syariah : Ayat-ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi. (Bandung : Rosdakarya, 2007)
Mardani DR. Hukum Ekonomi Syari’ah di Indonesia. (Bandung : Rafika Aditama, 2011)
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM).Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.(Jakarta : Kencana, 2009)
Veithzal Rival dan Andi Buchari. Islamic Economics. (Jakarta : Bima Aksara, 2009)




[1] Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM), Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, (Jakarta : Kencana, 2009) hlm, 3
[2] Ahmad Muhammad al-‘Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim dalam DR. Mardani, Hukum Ekonomi Syari’ah di Indonesia, (Bandung : Rafika Aditama, 2011) hlm. 1
[3] DR. Mardani, hlm. 1
[4] Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah, (Yogyakarta : UII Press, 2000), hlm. 13
[5] Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Refrensi Ekonomi Syariah : Ayat-ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung : Rosdakarya, 2007), hlm. 33
[6] Veithzal Rival dan Andi Buchari, Islamic Economics, (Jakarta : Bima Aksara, 2009), hlm. 168
[7] Abdul Ghafur Anshori, Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan, Lembaga Pembiayaan, dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008) hlm. 9

PENYERTAAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

Perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dalam hukum pidana Islam dapat dijelaskan menggunakan teori penyertaan yang sama halnya de...