MAKALAH
“KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH (KHES)”
BAB I
PENDAHULUAN
Penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) yang dikoordinir
oleh Mahkamah Agung (MA) RI merupakan respon terhadap perkembangan baru dalam
kajian dan praktek hukum muamalat (ekonomi Islam) di Indonesia. Praktik
hukum muamalat secara institusional di Indonesia itu sudah dimulai sejak
berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1990, kemudian disusul oleh
lembaga keuangan syari’ah (LKS) lainnya setelah melihat prospek dan ketangguhan
LKS seperti BMI ketika melewati krisis ekonomi nasional sekitar tahun 1998.
Belakangan, perkembanganLKS tersebut semakin pesat yang
tentu akan menggambarkan banyaknya praktek hukum muamalat di kalangan umat
Islam.
Banyaknya praktek hukum tersebut juga sarat dengan berbagai
permasalahan yang muncul akibat dari tarik menarik antar kepentingan para pihak
dalam persoalan ekonomi, sementara untuk saat ini belum ada peraturan
perundang-undangan yang mengatur secara khusus terhadap permasalahan itu. Sejak
tahun 1994, jika ada sengketa ekonomi syariah maka diselesaikan lewat Badan
Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) yang hanya sebagai mediator (penengah)
dan belum mengikat secara hukum. Peraturan yang diterapkan juga masih terbatas
pada peraturan Bank Indonesia (BI) yang merujuk kepada fatwa-fatwa Dewan
Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Sedangkan fatwa itu,
sebagaimana dimaklumi dalam hukum Islam, adalah pendapat hukum yang tidak
mengikat seluruh umat Islam. Sama halnya dengan fikih.
Upaya positifisasi hukum perdata Islam seperti ini juga pernah
dilakukan juga oleh Pemerintahan Turki Usmani dalam meberlakukan Kitab Hukum
Perdata Islam Majalah al-Ahkam a’-’Adliyyah yang terdiri dari 1851 pasal.
Disamping itu, ”positifisasi” hukum perdata Islam tersebut
merupakan realisasi impian sebagian umat Islam sejak zaman dulu yang pada masa
pemerintahan Hindia Belanda masih diterapkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPer) yang notebene adalah terjemahan dari Borgelijk Wetbook (BW) ciptaan
Kolonial Belanda.
Diakui, untuk saat ini positifisasi hukum muamalat sudah menjadi
keniscayaan bagi umat Islam, mengingat praktek ekonomi syari’ah sudah semakin
semarak melalui LKS-LKS. Kompilasi tersebut kemudian dijadikan acuan dalam
penyelesaian perkara-perkara ekonomi syari’ah yang semakin hari semakin
bertambah, seiring dengan perkembangan LKS. Adapun lembaga peradilan yang
berkompetensi dalam penerapan KHES adalah Peradilan Agama (PA), karena secara
materiil, KHES adalah hukum Islam, sebagaimana wewenang PA dalam pelaksanaan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebelumnya melalui Inpres Nomor 1 tahun 1991.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ekonomi Syariah
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(KHES), ekonomi Syariah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang
perorang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau todak berbadan
hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak
komersial menurut prinsip syariah.[1] Menurut Muhammad Abdullah
al-‘Arabi, merupakan sekumpulan dasar-dasar ekonomi yang kita simpulkan dari
Al-Qur’an dan As-Ssunnah, dan merupakan
bangunan perekonomian yang kita dirikan atas dasar-dasar-dasar tersebut sesuai
tiap lingkungan dan masa[2]. Menurut Prof. Dr.
Zainuddin Ali, ekonomii syariah adalah kumpulan norma hukum yang bersumber dari
Al-Qur’an dan Hadist yang mengatur perekonomian umat manusia. Menurut MA.
Mannan, ekonomi syariah adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam[3].
Dari berbagai pendapat para ahli tersebut,
dapat diambil kesimpulan mendasar bahwa Ekonomi Syariah adalah sumber ekonomi
yang bersumber dari wahyu yaitu Al-Qur’an dan Hadist, juga interpretasi dari
wahyu yang disebut Ijtihad. Hal yang perlu diingat disini bahwa hukum-hukum
yang bersifat qath’ie, secara konsep dan prinsip adalah tetap. Sedangkan
hukum yang diambil dari nash yang bersifat dzanni, hukumnya tidak tetap
atau dapat berubah seiring zaman dan tempat digunakannya hukum tersebut.
B.
Ruang
Lingkup Ekonomi Syariah
Bila kita
memeperhatikan cakupan bab dan pasal dalam KHES, maka bisa dikatakan bahwa
ruang lingkup ekonomi syariah meliputi : ba’i, akad-akad jual beli, syirkah,
mudharabah, murabahah, muzara’ah dan musaqah, khiyat, ististna’, ijarah, kafalah,
hawalah, rahn, wadli’ah, ghashab dan itlaf, wakalah, shulhu, pelepasan hak,
ta’min, obligasi syariah mudharabah, pasar modal, reksadana syariah,
sertifikasi bank Indonesia syariah, pembiayaann multi jasa, qard, pembiayaan
rekening koran syariah, dana pesiun syariah, zakat dan hibah, dan akuntansi syariah.
Namun, bila kita
melihat dari UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7Tahun 1989
tentang Peraadilan Agama, ruang lingku
Ekonomi Syariah meliputi : bank syariah, lembaga keuangan mikro ekonomi
syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat
berjagka menengah syariah, sekuritas syariahpembiayaan syariah, pegadaian
syariah dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.
Untuk mempermudah
pemahaman, mari kita ulas secara singkat tentang istilah istilah diatas.
1.
Ba’I adalah jula beli antara
benda dengan benda atau pertukaran benda dengan uang.
2.
Akad adalah suatu kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak
atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
3.
Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal pemodalan,
keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah.
4.
Mudharabah adalah kerjasama antara pemiik dana atau penanam modal dengan
pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah.
5.
Muzara’ah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan pengelola untuk
memanfaatkan lahan.
6.
Musaqah adalah kerjasama antara pihak-pihak dalam pemeliharaan tanaman
dengan pembagian hasil berdasarkan nisbah yang telah disepakati oleh semua
pihak.
7.
Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh pemilih
harta dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan
penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih
yang merupakan keuntungan atau laba bagi pemilik harta dan pengembaliannya dilakukan secara tunai
ataupun angsur.
8.
Khiyar adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau
membatalkan akad jual-beli yang dilakukan.
9.
Ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran.
10.
Istishna’ adalah jual beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dan
pihak penjual.
11.
Kafalah adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin pada pihak
ketiga /pemberi jaminan untuk memenuhi kewajiban pihak kedua/peminjam.
12.
Hawalah adalah pengalihan utang dan muhil al-ashil kepada muhal
alaih.
13.
Rahn/gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman
sebagai jaminan.
14.
Ghashab pengambilan hak milik orang lain tanpa izin dan tanpa niat untuk
memilkinya.
15.
Itlaf/perusakan adalah penggurangan suatu kualitas nilai suatu barang.
16.
Wadli’ah
adalah penitipan dana antara pihak pemilik dan dan pihak penerima titipan yang
dipercaya untuk menjaga dana tersebut.
17.
Ju’alah
adalah perjanjian pihak tertentu dari pihak pertama pada pihak kedua atas
pelaksaan suatu tugas / pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk
kepentingan pihak bersama.
18.
Wakalah adalah pemberian kuasa kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu.
19.
Obligasi
syariah adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah
sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset urat berharga, baik dalam
mata uang rupiah maupun valuta asing.
20.
Reksadana
syariah adalah lembaga jasa keuangan non-bank yang kegiatannya berorientasi
pada investasi disektor portofolio atau nilai kolektif dari surat berharga.
21.
Surat
berharga komersial syariah adalah suarat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam
jangka waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
22.
Ta’min atau asuransi adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih,
yang mana pihak petanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan
menerima premi ta’min untuk menerima penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung
yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
23.
Syuuq
Maaliyah/pasar modal adalah kegiatan yang
bersangkutan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lebmaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek.
24.
Waraqah
Tijariyah/surat berharga syariah adalah surat bukti
berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan di pasar
modal, antara wesel, obligasi syariah, sertfikasi reksadana syariah, dan surat
berharga lainnya berdasarkan prinsip syariah.
25.
Salam adalah jasa pembiyaan yang berkaitan dengan jual beli yag
pembiayaannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang.
26.
Qard adalah penyediaan dana atau tagihan antara lembaga keuangan syariah
dengan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau ciciclan
dalam jangka waktu tertentu.
27.
Ba’I
al-wafa/jual belai dengan hak membeli kembali
adalah jual beli yang dilangsungkan dengan syarat bahwa barang yang dijual tersebut dapat dibeli
kembali oleh penjual apabila tenggang waktu telah tiba.
Dari beberapa pemaparan
dan perincian diatas, dapat dirumuskan bahwa sistem ekonomi syariah memilki
beberapa tujuan, yaitu :
1.
Kesejahteraan
ekonomi dalam kerangka norma moral islam
#sÎ*sùÏMuÅÒè%äo4qn=¢Á9$#(#rãϱtFR$$sùÎûÇÚöF{$#(#qäótGö/$#ur`ÏBÈ@ôÒsù«!$#(#rãä.ø$#ur©!$##ZÏWx.ö/ä3¯=yè©9tbqßsÎ=øÿè?ÇÊÉÈ
2.
Membentuk
masyarakat dengan tatanan sosial yang solid berdasarkan keadilan dan
persaudaraan yang universal
$pkr'¯»tâ¨$¨Z9$#$¯RÎ)/ä3»oYø)n=yz`ÏiB9x.s4Ós\Ré&uröNä3»oYù=yèy_ur$\/qãèä©@ͬ!$t7s%ur(#þqèùu$yètGÏ94¨bÎ)ö/ä3tBtò2r&yYÏã«!$#öNä39s)ø?r&4¨bÎ)©!$#îLìÎ=tã×Î7yzÇÊÌÈ
3.
Mencapai
distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata
ª!$#ur@Òsùö/ä3Ò÷èt/4n?tã<Ù÷èt/ÎûÉ-øÌh9$#4$yJsùúïÏ%©!$#(#qè=ÅeÒèùÏj!#tÎ/óOÎgÏ%øÍ4n?tã$tBôMx6n=tBöNåkß]»yJ÷r&óOßgsùÏmÏùíä!#uqy4ÏpyJ÷èÏZÎ6sùr&«!$#crßysøgsÇÐÊÈ
4.
Menciptakan
kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial
*`tBuröNÎ=ó¡çÿ¼çmygô_urn<Î)«!$#uqèdurÖ`Å¡øtèCÏs)sùy7|¡ôJtGó$#Íouröãèø9$$Î/4s+øOâqø9$#3n<Î)ur«!$#èpt7É)»tãÍqãBW{$#ÇËËÈ
C.
Sumber
Ekonomi Syariah
1.
Al-Qur’an
Salah satu ayat
tentang tata cara bermuamalah seperti dalam QS. Al-Baqarah ayat 282
$ygr'¯»túïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä#sÎ)LäêZt#ys?AûøïyÎ/#n<Î)9@y_r&wK|¡Bçnqç7çFò2$$sù4=çGõ3uø9uröNä3uZ÷/7=Ï?$2ÉAôyèø9$$Î/4wurz>ù'të=Ï?%x.br&|=çFõ3t$yJ2çmyJ¯=tãª!$#4ó=çGò6uù=sùÈ@Î=ôJãø9urÏ%©!$#Ïmøn=tã,ysø9$#È,Guø9ur©!$#¼çm/uwuró§yö7tçm÷ZÏB$\«øx©4bÎ*sùtb%x.Ï%©!$#Ïmøn=tã,ysø9$#$·gÏÿy÷rr&$¸ÿÏè|Ê÷rr&wßìÏÜtGó¡obr&¨@ÏJãuqèdö@Î=ôJãù=sù¼çmÏ9urÉAôyèø9$$Î/4(#rßÎhô±tFó$#urÈûøïyÍky`ÏBöNà6Ï9%y`Íh(bÎ*sùöN©9$tRqä3tÈû÷ün=ã_u×@ã_tsùÈb$s?r&zöD$#ur`£JÏBtböq|Êös?z`ÏBÏä!#ypk¶9$#br&¨@ÅÒs?$yJßg1y÷nÎ)tÅe2xçFsù$yJßg1y÷nÎ)3t÷zW{$#4wurz>ù'tâä!#ypk¶9$##sÎ)$tB(#qããß4wur(#þqßJt«ó¡s?br&çnqç7çFõ3s?#·Éó|¹÷rr&#·Î72#n<Î)¾Ï&Î#y_r&4öNä3Ï9ºsäÝ|¡ø%r&yZÏã«!$#ãPuqø%r&urÍoy»pk¤¶=Ï9#oT÷r&urwr&(#þqç/$s?ös?(HwÎ)br&cqä3s?¸ot»yfÏ?ZouÅÑ%tn$ygtRrãÏè?öNà6oY÷t/}§øn=sùö/ä3øn=tæîy$uZã_wr&$ydqç7çFõ3s?3(#ÿrßÎgô©r&ur#sÎ)óOçF÷èt$t6s?4wur§!$ÒãÒ=Ï?%x.wurÓÎgx©4bÎ)ur(#qè=yèøÿs?¼çm¯RÎ*sù8-qÝ¡èùöNà6Î/3(#qà)¨?$#ur©!$#(ãNà6ßJÏk=yèãurª!$#3ª!$#urÈe@à6Î/>äóÓx«ÒOÎ=tæÇËÑËÈ
282. Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah
ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan
ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang
seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah
itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika
kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan
pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.
[179] Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang,
atau sewa menyewa dan sebagainya.
2.
As-Sunnah
Salah satu contohnya
adalah hadist yang menerangkan larangan menipu. “Barang siapa yang menipu
kami, maka tidak termasuk golongan kami.”
3.
Ijtihad
Untuk mendapatkan
ketentuan-ketentuan hukum muamalah (ekonomi syariah) yang baruyang timbul
seiring kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat, sangat dibutuhkan
pemikiran-pemikiran baru yang biasa dikenal dengan ijtihad. Sumber ijtihad
inilah yang memegang peranan penting dalam mengembangkan fiqh Islam, terutama
dalam bidang muamalah (ekonomi). Dan kiranya tidak terlalu berlebihan jika kita
mengatakan bahwa sumber ijtihad yang paling banyak dibutuhkan adalah dalam
bidang muamalah.[4]
D.
Dasar-Dasar Ekonomi Syariah
1. Mengakui Hak Milik ( Baik secara
Individu atau Umum)
Sistem ekonomi syariah mengakui hak seseorang untuk memiliki
apa saja yang ia inginkan dari barang-barang produksi ataupun barang konsumsi.
Dalam hal ini ekonomi syariah juga mengakui kemaslahatan umum, guna mencaoai
keseimbangan dan keadilan di masyarakat. Hal ini tampaknya jelas terbukti bahwa
sistem ekonomi diluar konsep islam, seperti konsep liberal, sosialis dan
komunis menemui kegagalan bahkan kebangkrutan contohnya ambruknya raksasa
sosialis komunis Uni Soviet. Demikianlah sepertinya konsep bahwa yang baik dan
benar akan tetap dan yang buruk dan batil pastilah lambat laun akan mengalami
kehancuran. Seperti dalam kalamnya yang indah “ adapun buih itu akan lenyap sebagai sesuatu yang tidak ada harganya,
adapun yang member manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah
Allah membuat perumpamaan-perumpamaan” (QS Ar Rad:17)
2.
Kebebasan Ekonomi Bersyarat
Dalam hal ini ada syarat yang harus dipenuhi dari
kebebasan-kebebasan tersebut:
·
Memperhatikan
halal haram
·
Komitmen
terhadap kewajiban-kewajiban yang telah disyariatkan islam.
·
Tidak
menyerahkan pengelolaan harta kepada orang-orang bodoh, kurang akal dan lemah.
·
Hak
untuk berserikat (saling memiliki) dengan tetangga atau mitra kerja.
·
Tidak
dibenarkan mengelola harta pribadi yang merugigan kepentingan orang banyak. Hal
ini harus memenuhi kaidah hokum sebagai berikut:
o Laa
dharar wala dhirar ( tidak boleh
merugikan atau membahayakan.
o Adharar
yulal (menghlangkan kemudharatan atau
bahaya)
o Menanggung beban kerugian untuk
mencegah bahaya yang menimpa masyarakat umum.
·
At-takaful al-ijtima’I (kebersamaan dalam menangung suatu kebaikan).
E.
Keistimewaan Dan Karakteristik Ekonomi
Syariah
Terdapat
keistimewaan dan karakteristik ekonomi syariah yang berbeda dengan sistem
ekonomi konvensional,yaitu:
1. Ekonomi syariah adalah suatu yang
tidak bisa dipisahkan dari konsep islam yang utuh dan menteluruh.
2. Aktifitasnya adalah suatu bentuk
ibadah.
3. Tatanan ekonomi syariah memiliki
tujuan yang mulia.
4. Ekonomi syariah merupakan sistem
yang memiliki pengawasan melekat yang berakar dari keimanan dan tanggung jawab
kepada Allah.
5. Merupakan sebuah sistem yang
menselaraskan antara maslahat individu dan maslahat umum.[5]
6. Terikat pada akidah, syariah dan
moral.
7. Keseimbangan antara rohani dan
kebendaan.
8. Kebebasan individu yang dijamin
oleh islam.
9. Negara diberi wewenang untuk ikut
turut campur dalam perekonomian.
10. Bimbingan konsumsi.
11. Petunjuk investasi.
12. Zakat.
13. Larangan riba.[6]
F.
Seputar
KHES
1.
Penyusunan
KHES
Lahirnya KHES tersebut berawal dari
terbitnya UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama (UUPA). UU No.3 Tahun 2006 ini memperluas kewenangan PA
sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan umat Islam Indonesia saat ini.
Dengan perluasan kewenangan tersebut, kini PA tidak hanya berwenang
menyelesaikan sengketa di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan
sadaqah saja, melainkan juga menangani permohonan pengangkatan anak (adopsi)
dan menyelesaikan sengketa dalam zakat, infaq, serta sengketa hak milik dan
keperdataan lainnya antara sesama muslim, dan ekonomi syari’ah. Kaitannya
dengan wewenang baru PA ini, dalam Pasal 49 UUPA diubah menjadi:
”Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara
oirang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. perkawinan;
b. waris;
c. wasiat;
d. hibah;
e. wakaf;
f. zakat;
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i. ekonomi syari’ah.”
Penjelasan untuk huruf i (ekonomi syari’ah): ”Yang dimaksud dengan
ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut
prinsip syari’ah, antara lain meliputi:
a.
bank syari’ah;
b. lembaga keuangan mikro syari’ah;
c. asuransi syari’ah;
d. resuransi syari’ah;
e. reksadana syari’ah;
f. obligasi dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
g. sekuritas syari’ah;
h. pembiayaan syari’ah;
i. pegadaian syari’ah;
j. dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan
k. bisnis syari’ah.”
Setelah UU No. 3/2006 tersebut diundangkan
maka Ketua MA membentuk Tim Penyusunan KHES berdasarkan surat keputusan Nomor:
KMA/097/SK/X/2006 tanggal 20 Oktober 2006 yang diketuai oleh Prof. Dr. H. Abdul
Manan, S.H., S.I.P., M.Hum. Tugas dari Tim tersebut secaraumum adalah
menghimpun dan mengolah bahan (materi) yang diperlukan, menyusun draft naskah,
menyelenggarakan diskusi dan seminar yang mengkaji draft naskah tersebut dengan
lembaga, ulama dan para pakar, menyempurnakan naskah, dan melaporkan hasil
penyusunan tersebut kepada Ketua MA RI.
2.
Langkah-langkah
atau tahapan yang telah ditempuh oleh Tim tersebut adalah:
a.
Menyesuaikan
pola pikir (united legal opinion) dalam bentuk seminar ekonomi syari’ah
di Hotel Sahid Kusuma Solo pada tanggal 21-23 April 2006 dan di Hotel Sahid
Yogyakarta pada tanggal 4-6 Juni 2006. Pembicara dalam dua seminar tersebut
adalah para pakar ekonomi syariah, baik dari perguruan tinggi, DSN/MUI,
Basyarnas, dan para praktisi perbankan syariah (Bank Muamalat) serta para hakim
dari lingkungan peradilan umum dan PA.
b.
Mencari
format yang ideal (united legal frame work) dalam bentuk pertemuan dengan BI
dalam rangka mencari masukan tentang segala hal yang berlaku pada BI terhadap
ekonomi syariah dan sejauh mana pembinaan yang telah dilakukan oleh BI terhadap
perbankan syariah. Acara tersebut dilaksanakan di Hotel Bidakara Jakarta pada
tanggal 7 Juni 2006. Selain itu juga telah dilaksanakan Semiloka tentang
ekonomi syariah di Hotel Grand Alia Cikini Jakarta tanggal 20 November 2006.
Pembicara dalam acara tersebut adalah para pakar ekonomi syariah dari BI, Pusat
Komunikasi Ekonomi Syari’ah (PKES), MUI, Ikatan Para Ahli Ekonomi Syariah dan
para praktisi hukum.
c.
Melaksanakan
kajian pustaka (library research) yang disesuaikan dengan pembagian
empat kelompok di atas. Untuk melengkapi referensi, Tim KHES telah melakukan
studi banding ke Pusat Kajian Ekonomi Islam Universitas Islam Internasional
Kuala Lumpur, Pusat Takaful Malaysia Kuala Lumpur, Lembaga Keuangan Islam dan
Lembaga Penyelesian Sengketa Perbankan di Kuala Lumpur pada tanggal 16-20
November 2006. Studi banding juga dilaksanakan ke Pusat Pengkajian Hukum Ekonomi
Islam Universitas Islam Internasional Islamabad, Shariah Court Pakistan, Mizan
Bank Islamabad Pakistan, Bank Islam Pakistan dan beberapa lembaga keuangan
shariah di Pakistan. Kunjungan ini dilaksanakan pada tanggal 25-27 Juni 2007.
d.
Tahap
pengolahan dan analisis bahan dan data-data yang sudah terkumpul. Draft KHES
yang disusun dalam tahap pertama sebanyak 1015 pasal dilaksanakan selama empat
bulan. Kemudian diadakan pembahasan dan diskusi tentang isi materi draft KHES
tersebut.
3.
Kitab-kitab
Fiqh yang Menjadi Rujukan terbentuknya KHES:
1.
Al fiqh
al Islami wa Adhilatuhu, karya Wahbah al Zuhaili
2.
Al Fiqh
Al Islami fi Tsaubihi al jadid, karya Mustafa Ahmad
Zarqa
3.
Al
Muammalat al madiyah wa al Adabiyah, karya Ali
Fikri
4.
Al
wasith fi syarh al qanun al madani al jadid, karya
Abd al Razaq ahmad al Sanhuri
5.
Al
muqarat al tasyriyyah baina al qawaniin al wadhiyah al madaniyah wa al tasyri’
al islami karya sayyid Abdullah Al husaini
6.
Durar
al Hukam; Syarah Majjalat al ahkam,karya Ali Haidar
7.
Himpunan
Fatwa Dewan Syariah Nasional
8.
Peraturan
Bank Indonesia tentang Perbankan
9.
PSAK
(Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No.59 tanggal 1 Mei 2002 tentang
Perbankan Syariah.
Dari
beberapa tahap diatas maka lahirlah sebuah buku kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
berdasarkaan keputusan Mahkamah Agung RI No.2 Tahun 2008 tentang Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah.
G.
Praktik Ekonomi Syariah Di Indonesia
Ekonomi syariah secara historis di
Indonesia berdasarkan paket kebijakan Menteri keuangan pada Desember 1983 atau
yang sering disebut dengan Pakdes 1983. Kebijakan ini memberikan peluang kepada
bank untuk memberikan bunga 0% (zero
interest). Kemudian pada tahun 1988 terdapat Paket Oktober yang intinya
memberikan kemudahan untuk mendirikan bank-bank baru[7]. Akhirnya pada tahun 1991
muncullah bank-bank yang sesuai dengan prinsip syariah yakni Bank Muammalat
Indonesia (BMI).
BMI muncul dilatarbelakangi adanya
rekomendasi lokakarya ulam tentang bunga bank yang berlangsung di Cisarua Bogor
19-22 Agustus 1990. Kemudian hasil lokakarya tersebut dibahas pada Musyawarah
Nasional (Munas) IV Majelis Ulama
Indonesia yang berlangsung di Hotel Syahid Jaya pada tanggal 22-25 Agustus 1990
di Jakarta. Berdasarkan amanat Munas IV MUI dibentuklah kelompok kerja (pokja) untuk mendirikan bank syariah
Indonesia.
Pada waktu itu belum ada dasar
mengenai pendirian bank syariah namun adanya paket deregulasi perbankan Oktober
1988 (Pakto 88) dapat dijadikan
acuan, karena mengingat didalam pakto tersebut dijelaskan untuk diperkenankan
adanya bank dengan bunga 0% (zero interest).Kemudian
barulah pada tahuin 1992 diundangkan UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan yang
secara implisit memberikan alternatis operasional bank menggunakan prinsip bagi
hasil. Hal ini kemudian ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
no.72 tahun 1992 tentang Bank berdasarkan bagi hasil. Pada tahun 1998 UU No.7
tahun 1992 diubah dengan UU No.10 Tahun 1998 yang secara tegas mengakui
keberadaan bank yang berdasarkan prinsip syariah disamping konvensional. Pada
tahun inilah dimulai system perbankan ganda (dual banking system).
Lambat laun berkembangnya praktik
Ekonomi syariah di Indonesia baik dalam bentuk lembaga keuangan bank maupun
lembaga keuangan non bank. Praktik ekonomi syariah di Indonesia tersebut
berdasarkan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah, peraturan Bank Indonesia, peraturan ketua Bapepam LK (Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan), edaran Bank Indonesia dan peraturan
perundang-undangan.
Salah satu hal yang paling penting
yang harus diperhatikan pemerintah dalam me-recovery ekonomi Indonesia adalah
menerapkan ekonomi syariah. Ekonomi syariah memiliki komitmen yang kuat pada
pengentasan kemiskinan, penegakkan keadilan, pertumbuhan ekonomi, penghapusan
riba, dan pelarangan spekulasi mata uang sehingga menciptakan stabilitas
perekonomian.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN PENUTUP
KHES atau Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah adalah suatu kompulan positivisasi hukum ekonomi yang bersangkut paut
dengan muamalah sehari-hari antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya
dengan objek dan waktu tertentu yang telah ditetapkan bersama.Terbentunya KHES
merupakan suatu bukti akan keeksistensian Syariah atau Hukum Islam dalam
kehidupan sehari dan dlam berbagai dimensi kehidupan. Seringkali masyarakat
awam berpikir bahwa Syariah atau Hukum Islam hanya terbatas pada masalah ubudiyah
atau peribadatan, namun dengan adanya positifisasi Hukum Ekonomi Syarian
ini, akan lebih mempermudah interaksi muamalah masyarakat muslim terutama dalam
hal perekonomian.
Sebab KHES merupakn bentuk ijtihad yang
dilakukan oleh berbagai ahli, maka disana terdapat banyak pembahsan
problematika kontemporer, seperti penjualan online, zakat profesi, dan
lain-lain. Tugas kita selanjutnya sebagai generasi muda Muslim yang nasionalis,
juga Nasionalis yang Muslim adalah memperkuat ikatan beragama dan berbangsa
dengan aktif memunculkan gagasan yang apik guna menuju insan kamil dalam
masyarakat madani yang menjadi uswah bagi peradaban dunia.Akhirnya, kami
sampaikan banyak terima kasih atas segala perhatian. Saran dan krtik akan
sangat membantu kami dalam berkembang dan memacu diri menjadi lebih baik. Maaf
atas segala kekurangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Azhar Basyir.Asas-asas
Hukum Muamalah.(Yogyakarta : UII Press, 2000)
Abdul Ghafur Anshori.Penerapan
Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan, Lembaga Pembiayaan, dan Perusahaan Pembiayaan.(Yogyakarta
: Pustaka Pelajar, 2008)
Ahmad Izzan dan Syahri
Tanjung.Refrensi Ekonomi Syariah : Ayat-ayat Al-Qur’an yang Berdimensi
Ekonomi. (Bandung : Rosdakarya, 2007)
Mardani DR. Hukum Ekonomi
Syari’ah di Indonesia. (Bandung : Rafika Aditama, 2011)
Pusat Pengkajian Hukum
Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM).Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.(Jakarta
: Kencana, 2009)
Veithzal Rival dan Andi
Buchari. Islamic Economics. (Jakarta : Bima Aksara, 2009)
[1] Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM),
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, (Jakarta : Kencana, 2009) hlm, 3
[2] Ahmad Muhammad al-‘Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim dalam DR.
Mardani, Hukum Ekonomi Syari’ah di Indonesia, (Bandung : Rafika Aditama, 2011)
hlm. 1
[3] DR. Mardani, hlm. 1
[4] Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah, (Yogyakarta :
UII Press, 2000), hlm. 13
[5] Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Refrensi Ekonomi Syariah :
Ayat-ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung : Rosdakarya, 2007),
hlm. 33
[6] Veithzal Rival dan Andi Buchari, Islamic Economics, (Jakarta
: Bima Aksara, 2009), hlm. 168
[7] Abdul Ghafur Anshori, Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga
Keuangan, Lembaga Pembiayaan, dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2008) hlm. 9