BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara hukum mengatur tentang
benda. Benda yang dimaksud disini adalah benda yang dapat dilihat dan berwujud,
kekayaan seseorang yang berupa hak dan penghasilan sekaligus benda sebagai
objek hukum. Sehingga semua yang disebutkan tersebut diatur persis dalam
undang-undang sedemikian rupa meliputi hubungannya dengan subjek hukum serta
hak-hak atas benda itu sendiri yang dapat dimiliki oleh subjek hukum.
Dalam masalah kebendaan, telah diatur mengenai
bagaimana menikmati benda dan hak jaminan atas benda. Inilah yang dimaksud
dengan hak-hak kebendaan, diantara hak milik dan hak jaminan.
Hukum kebendaan ini awalnya diatur dalam Buku II
Kitab Undang-undang Hukum Perdata sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan
alam yang terkandung di alamnya. Namun pada akhirnya diadakanlah Hukum Agraria
Nasional yang berdasarkan hukum adat tentang tanah, sehingga segala ketentuan
atau pasal-pasal mengenai eigendom dan hak-hak kebendaan dihapuskan dari BW.
Dengan lahirnya Hukum Agraria Nasional tersebut tercapailah keseragaman
mengenai hukum tanah, sehingga tidak ada lagi hak atas tanah menurut hukum
barat. Di bawah ini akan dibahas secara ringkas mengenai apa yang dimaksud
dengan hukum benda, benda itu sendiri dan segala yang berhubungan dengannya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Benda
Benda yang dalam bahasa
belanda yaitu zaak secara yuridis adalah setiap benda dan tiap hak yang dapat
menjadi objek dari hak milik ( Pasal 499 BW ).[1]
Yang dimaksud dengan
benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu yang dapat
diberikan/diletakkan suatu hak diatasnya, utamanya yang berupa hak milik.
Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah Subyek
Hukum, sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah Obyek Hukum.
Benda yang dalam hukum
perdata diatur dalam BUKU II BW, tidak sama dengan bidang disiplin ilmu fisika,
dimana dikataka bahwa bulan itu adalah benda (angkasa), sedangkan dalam
pengertian hukum perdata bulan itu bukan (belum) dapat dikatakan sebagai benda,
karena tidak ada orang yang memilikinya.
Pengaturan
tentang hukum benda dalam Buku II BW ini mempergunakan sistem tertutup, artinya
orang tidak diperbolehkan mengadakan hak-hak kebendaan selain dari yang telah
diatur dalam undang-undang ini. Selain itu, hukum benda bersifat memaksa (dwinged
recht), artinya harus dipatuhi, tidak boleh disimpangi, termasuk membuat
peraturan baru yang menyimpang dari yang telah ditetapkan.
Lebih
lanjut dalam hukum perdata, yang namanya benda itu bukanlah segala sesuatu yang
berwujud atau dapat diraba oleh pancaindera saja, melainkan termasuk juga
pengertian benda yang tidak berwujud, seperti misalnya kekayaan seseorang.
Istilah benda yang dipakai untuk pengertian kekayaan, termasuk didalamnya
tagihan/piutang, atau hak-hak lainnya, misalnya bunga atas deposito. Meskipun
pengertian zaak dalam BW tidak hanya meliputi benda berwujud saja, namun
sebagian besar dari meteri Buku II tentang Benda mengatur tentang benda yang
berwujud. Pengertian benda sebagai yang tak berwujud itu tidak dikenal dalam
hukum adat kita, karena cara berfikir orang Indonesia cenderung pada kenyataan
belaka, berbeda dengan cara berfikir orang Barat yang cenderung mengedepankan
apa yang ada di alam pikirannya. Selain itu, istilah zaak dalam BW tidak selalu
berarti benda,tetapi bisa berarti lain, seperti: “perbuatan hukum” (Ps. 1792
BW), atau ‘kepentingan” (Ps. 1354 BW), dan juga berarti “kenyataan hukum” (Ps.
1263 BW).
2.
Dasar Hukum
Pada masa kini, selain
diatur dalam Buku II BW, hukum benda juga diatur dalam:
a.
Undang-Undang Pokok Agraria no.5 Tahun 1960, dimana
diatur hak-hak kebendaan yang berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung
di dalamnya.
b.
Undang-Undang merek no.21 Tahun 1961, yang mengatur
tentang hak atas penggunaan merek perusahaan dan merek perniagaan.
c.
Undang-Undang Hak Cipta no.6 Tahun 1982, yang
mengatur tentang hak cipta sebagai benda tak berwujud, yang dapat dijadikan
obyek hak milik.
d.
Undang-Undang tentang Hak Tanggungan Tahun 1996,
yang mengatur tentang hak atas tanah dan bangunan diatasnya sebagai pengganti
hipotik dan credit verband.
3. Macam- Macam Benda
Menurut
sistem hukum perdata barat yang diatur dalam BW, membedakan benda menjadi [2]:
a. Benda bergerak dan benda tidak bergerak.
b. Benda yang musnah dan benda yang tetap
ada.
c. Benda yang dapat diganti dan yang tidak
dapat diganti.
d. Benda yang dapat dibagi dan yang tidak
dapat dibagi.
Doktrin membedakan
berbagai macam benda menjadi:
a.
Benda beruwujud dan benda tidak berwujud
Arti penting
pembedaan ini adalah pada saat pemindah tanganan benda yang dimaksud, yaitu;
a)
Kalau benda berwujud itu benda bergerak, pemindah
tanganannya harus secara nyata dari tangan ke tangan.
b)
Kalau benda tak berwujud itu benda tidak bergerak,
pemindah tanganannya harus dilakukan dengan balik nama. Contohnya, jual beli
mobil atau rumah.
Penyerahan benda
tidak berwujud dalam bentuk berbagai piutang dilakukan dengan:
a)
Piutang atas nama (op naam) dengan cara Cessie
b)
Piutang atas tunjuk (an toonder) dengan cara penyerahan surat dokumen
yang bersangkutan dari tangan ke tangan
c)
Piutang atas pengganti (an order) dengan cara endosemen dan penyerahan
dokumen yang bersangkutan dari tangan ke tangan (Ps. 163 BW)
b.
Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak
Benda
bergerak adalah benda
yang menurut sifatnya dapat dipindahkan (Ps. 509 BW). Benda bergerak karena
ketentuan undang-undang adalah hak-hak yang melekat pada benda bergerak
(Ps. 511 BW), misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak, hak memakai atas
benda gerak, saham-saham perusahaan.
Benda tidak
bergerak dapat dibedakan berdasakan :
·
Sifatnya,
maksudnya adalah tanah dan segala sesuatu yang melekat padanya.
·
Tujuannya
pemakaian, adalah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan
dengan tanah atau bangunan dalam jangka waktu yang relative lama.
·
Ketentuan
Undang-undang, yang termasuk dalam katagori benda tidak bergerak adalah sebagai
berikut:
1. Hak pakai hasil dan pakai atas kebendaan
tidak bergerak. Hak pakai hasil adalah hak kebendaan untuk mengambil hasil dari
barang milik orang lain, seakan-akan dia adalah pemiliknya, denagn kewajiban
memelihara benda tersebut dengan sebaik-baiknya.
2. Hak pengabdian tanah (pekarangan),
adalah suatu beban yang diberikan kepada pekarangan milik orang yang satu untuk
digunakan bagi dan demi kemanfaatan pekarangan milik orang lain.
3. Hak numpang karang
4. Hak usaha, suatu hak kebendaan untuk
menikmati sepenuhnya barang tak bergerak milik orang lain dengan kewajiban
akanmembayar upeti tahunan kepada si pemilik tanah sebagai pengakuan tentang
kepemilikannya.
5. Bunga tanah, beban utang yang harus
dibayar, baik dengan uang maupun dengan hasil bumi.
6. Bunga sepersepuluh
7. Pajak pecan atau pasar, yang diakui oleh
pemerintah dan hak-hak istimewa yang melekat padanya.
8. Gugatan guna menuntut pengembalian atau
penyerahan benda tak bergerak.
Sedangkan benda
bergerak dapat dibagi atas dasar:
·
Sifatnya,
benda yang dapat dipindahkan
·
Ditentukan
dalan Undang-undang, yang termasukdalam kategori benda bergerak, yaitu:
1. Hak pakai hasil dan hak pakai atas
kebendaan bergerak
2. Hak atas bunga yang diperjanjikan
3. Perikatan dan tuntutan mengenai jumlah
uang yang dapat ditagih terhadap benda bergerak
4. Sero atau andil dalam persekutuan
perdata
5. Andil dalam perutangan atas beban negara
Indonesia
6. Sero atau obligasi.[3]
Arti penting
pembedaan benda sebagai bergerak dan tidak bergerak terletak pada:
a)
Penguasaanyya (Bezit), dimana terhadap benda bergerak maka orang
yang menguasai benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya (Ps. 1977 BW), azas
ini tidak berlaku pada benda tidak bergerak.
b)
Penyerahannya (Levering), yaitu terhadap benda bergerak harus
dilakukan secara nyata, sedangkan pada benda tidak bergerakdilakukan dengan
balik nama.
c)
Kadaluarsa (verjaaring), yaitu pada benda bergerak tidak
dikenal daluwarsa, sedangkan pada benda tidak bergerak terdapat kadaluwarsa:
·
Dalam hal ada alas hak, daluwarsanya 20 tahun,
·
Dalam hal tidak ada alas hak, daluwarsanya 30 tahun.
d)
Pembebanannya (bezwaring), dimana revindicatoir beslah (penyitaan
untuk menuntut kembali barangnya), hanya dapat dilakukan terhadap barang-barang
bergerak. Penyitaan untuk melaksanakan putusan pengadilan (executoir beslah)
harus dilakukan terlabih dahulu terhadap barang-barang bergerak, dan apabila
belum mencukupi untuk pelunasan hutang tergugat, baru dilakukan executoir
terhadap barang tidak bergerak.
c.
Benda Dipakai Habis dan Benda Tidak Dipakai Habis
Pembedaan
ini penting dalam hal pembatalan perjanjian. Pada perjanjian yang pada obyeknya
adalah benda yang dipakai habis, pembatalannya sulit untuk mengembalikan
seperti keadaan benda itu semula, oleh karena itu harus diganti dengan benda
lain yang sama/sejenis serta senilai, misalnya beras, kayu bakar, minyak tanah,
dsb.
Pada perjanjian
yang obyeknya adalah benda yang tidak dipakai habis tidaklah terlalu sulit bila
perjanjian dibatalkan, karena bendanya masih tetap ada, dan dapat diserahkan
kembali, seperti pembatalan jual beli televisi, kendaraan bermotor, perhiasan,
dsb.
d.
Benda Sudah Ada dan Benda Akan Ada
Arti
penting pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang, atau
pada pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan jaminan hutang dan
pelaksanaan perjanjiannya dengan cara menyerahkan benda tersebut. Benda akan
ada, tidak dapat dijadikan jaminan hutang, bahkan perjanjian yang obyeknya
benda bisa terancam batal bila pemenuhannya itu tidak mungkin dapat
dilaksanakan (Ps. 1320 butir 3 BW).
e.
Benda Dalam Perdagangan dan Benda Luar Perdagangan
Arti
penting dari pembedaan ini terletak pada pemindah tanganan benda tersebut
karena jual beli atau karena warisan.
Benda dalam
perdagangan dapat diperjual-belikan dengan bebas, atau diwariskan kepada ahli
waris, sedangkan benda luar perdagangan tidak dapat diperjual belikan atau
diwariskan, umpamanya tanah wakaf, narkotika, serta benda-benda yang melanggar
ketertiban dan kesusilaan.
f.
Benda Dapat Dibagi dan Benda Tidak Dapat Dibagi
Letak
pembedaannya menjadi penting dalam hal pemenuhan prestasi suatu perjanjian,
dimana terhadap benda yang dapat dibagi, prestasi pemenuhan perjanjian dapat
dilakukan tidak sekaligus, dapat bertahap, misalnya perjanjian memberikan satu
ton gandum dapat dilakukuan dalam beberapa kali pengiriman, yang penting jumlah
keseluruhannya harus satu ton. Lain halnya dengan benda yang tidak dapat
dibagi, maka pemenuhan prestasi tidak dapat dilakukan sebagan demi sebagian,
melainkan harus secara seutuhnya, misalnya perjanjian sewa-menyewa mobil, tidak
bisa sekarang diserahkan rodanya, besok setirnya, dsb.
g.
Benda Terdaftar dan Benda Tidak Terdaftar
Arti
penting pembedaannya terletak pada pembuktian kepemilikannya. Benda terdaftar
dibuktikan dengan bukti pendaftarannya, umumnya berupa sertifikat/dokumen atas
nama pemilik, seperti tanah, kendaraan, hak cipta, perusahaan, dsb.
Pemerintah lebih
mudah melakukan kontrol atas benda terdaftar, baik dari segi tertib
administrasi, kepemilikan, maupun dari pembayaran pajaknya. Benda tidak
terdaftar sulit untuk mengetahui dengan pasti siapa pemilik sah atas benda
tersebut, karena berlaku azas “siapa yag menguasai benda tersebut, dianggap
sebagai pemiliknya”. Contohnya; perhiasan, alat rumah tangga, pakaian, dsb.
4. Hak Milik Atas Tanah
Hak milik diatur di dalam Buku II KUHPerdata Pasal
570 sampain dengan Pasal 624, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Buku III
NBW. Hak milik sendiri memiliki pengertian hak untuk menikmati kegunaan sesuatu
kebendaan dengan leluasa dan untuk bebas berbuat terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak melanggar undang-undang.
Adapun
ciri-ciri hak milik sebagai berikut:
1. Hak milik
merupakan hak pokok terhadap hak-hak kebendaan yang bersifat terbatas
2. Hak merupakan
suatu hak yang paling sempurna
3. Hak milik
bersifat tetap, yaitu hakmilik tidak akan lenyap oleh hak kebendaan yang lain,
tetapi dapat lenyap karena hak milik.
4. Hak milik
merupakan inti dari hak-hak kebendaan yang lain.[4]
Ada dua macam hak- hak
milik atas tanah yaitu menurut hukum adat yang lazim dinamakan dalam bahasa
Belanda “ inlandsch bezitrech” dan hak milik menurut BW yang disebut hak
eingendom atau hak milik. Ada dua unsur dari isi hak milik yaitu [5]:
a. Hak untuk mengambil hasil dari benda
itu/ tanah seluas- luasnya.
b. Hak untuk menguasai benda / tanah itu
seluas- luasnya.
Tanah merupakan satu- satunya benda kekayaan yang
mungkin tidak akan musnah, sifat tetap dari tanah digandeng pula dengan sifat
lain yaitu bahwa manusia hidup, berdiri, duduk, berbaring diatas tanah.
a. Cara Mendapat Hak Milik Atas Tanah
Ada
berbagai cara untuk mendapatkan hak milik atas tanah yaitu[6]:
a. Membuka tanah hutan atau tanah belukar.
b. Tanah hasil warisan
c. Menerima tanah atas pembelian,
penukaran, penerimaan, hadiah dll.
d. Mendapat tanah atas pengaruh waktu (
verjaring ).
b. Hak Milik Tanah menurut BW
Peraturan dari BW yang mengenai hak eingendom atau hak
milik dan hak lain atas tanah pada umunya hanya berlaku bagi warga negara yang
berbangsa Eropa, Tionghoa dan Timur asing lain. Akan tetapi pada
perkembangannya hak milik atas tanah menurut BW dapat juga dimilik oleh orang
Indonesia asli yaitu baik melalui jual beli, tukar menukar, hibah, warisan dll.
Pasal 570 BW menggambarkan bahwa hak milik sebagai suatu hak yang mempunyai dua
unsur yaitu hak memungut hasil dan menguasai.
5. Hak-Hak Kebendaan
a)
Bezit
ialah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda
seolah-olahkepunyaan sendiri, yang oleh hukum diperlindungi, dengan tidak
mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.
Cara orang memperoleh bezit berlainan menurut benda, apakah benda
itu bergerak atau tak bergerak. Apakah perolehan itu terjadi denan bantuan
seorang yang sudah menguasainya lebih dahulu (pengoperan atau traditio) atau
tidak dengan bantuan orang lain(perolehan secara asli atau originair dengan
jalan pengambilan atau occupatio).
Bezit atas suatu benda yang bergerak, diperoleh secara asli dengan
pengambilan barang tersebut dari tempat semula, sehingga secara terang atau
tegas dapat terlihat maksud untuk memiliki barang itu. Misalnya sebuah sarang
tawon dengan madunya mulai berada dalam bezit seorang, bila dia telah diambil
dari pohon, dan tidak cukup jika orang hanya berdiri saja dibawah pohon itu
dengan manyatakan kehendaknya akan memiliki sarang tawon itu. Bezit atas suatu
benda bergerak dengan bantuan orang lain (pengoperan), diperoleh dengan
penyerahan barang itu dari tangan beziter lama ke tangan beziter baru tapi
terhadap barang-barang dalam suatu gudang cukup dengan menyerahkan kunci dari
gudang tersebut[7].
Perolehan bezit atas suatu benda yang tak bergerak hanya dengan
pernyataan belaka, mungkin menurut undang-undang dalam hal-hal yang berikut:
·
Jika orang
yang mengambil alih bezit itu, sudah memegang benda tersebut sebagai houder,
misalnya penyewa. Penyerahan bezit secara ini dinamakan tradition brevumanu
atau levering met de korte hand.
·
Jika orang
yang mengoperkan bezit itu berdasarkan suatu perjanjian dibolehkan tetap
memegang benda itu sebagai houder. Ini dinamakan constitutum possesssorium.
·
Jika benda
yang dioperkan bezitnya dipegang oleh seorang pihak ketiga dan orang ini dengan
persetujuannya bezit terlama menyatakan bahwa untuk seterusnya ia akan memegang
benda itu sebagai bezit terbaru, atau kepada orang tersebut diberitahukan oleh
bezit terlama tentang adanya pengoperan bezit ini.
b)
Eigendom,
ialah hak yang
paling sempurna atas suatu benda seorang yang mempunyai hak eigendom (milik)
atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual,
menggadaikan, memberikan, bahkan merusak), asal saja ia tidak melanggar
undangundang atau hak orang lain.
Menurut pasal
584 BW Eigendom hanyalah dapat diperoleh dengan jalan:
·
Pengambilan,
contoh: membuka tanah, memancing ikan.
·
Natrekking,
yaitu jiak suatu benda bertambah besar atau berlipat karena perbuatan alam.
Contoh: tanah bertambah besar sebagai akibat gempa bumi, kuda beranak, pohon
berbuah.
·
Lewat waktu
(verjaring)
·
Pewarisan
·
Penyerahan
(over dracht atau revering) berdasarkan suatu titel pemindahan hak yang berasal
dari seorang yang berhak memindahkan eigendom.
c)
Hak-hak
kebendaan di atas benda orang lain,
Ialah suatu
beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan
lain yang berbatasan.
Misalnya,
pemilik dari pekarangan A harus mengizinkan orang-orang yang tinggal
dipekarangan B setiap waktu melalui pekarangan A, atau air yang dibuang dari
pekarangan itu dialirkan melewati pekarangan A.
Hak postal
Adalah suatu
hak untuk memiliki bangunan-bangunan atau tanaman-tanaman diatas tanahnya orang
lain (pasal 711 BW). Hak kebendaan ini dapat dipindahkan pada orang lain dan
dapat juga dipakai sebagai jaminan hutang.
Hak erfpacht
Adalah suatu
hak kebendaan untuk menarik penghasilan seluas-luasnya untuk waktu yang lama
dari sebidang tanah milik orang laindengan kewajiban membayar sejumlah uang
atau penghasilan tiap-tiap tahun, yang dinamakan “pacht” atau “canon” (pasal
720 BW).
Vruchtgebruik
Adalah suatu
hak kebendaan untuk menarik penghasilan dari suatu benda orang lan seolah-olah
benda itu kepunyaannya sendiri, dengan kewajiban menjaga supaya benda tersebut
tetap dalam keadaanya semula (pasal 756 BW).
d)
Pand dan
Hypotheek,
Ialah hak
kebendaan ini memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi
dijadikan jaminan bagi hutang seseorang.
Betul menurut
pasal 1131 BW semua benda atau kekayaan seseorang menjadi jaminan untuk semua
hutang-hutangnya , tetapi sering orang tidak puas dengan jaminan secara umum
ini. Lalu ia meminta supaya suatu benda tertentu dijadikan tanggungan.
Dalam hukum
Romawi semacam hak gadai yang dinamakan “fidusia” berupa suatu pemindahan hak
milik dengan perjanjian bahwa benda itu akan dikembalikan apabila si pehutang
sudah membayar hutangnya. Suatu cara lain untuk memberikan jaminan bagi suatu
hutang, ialah yang dinamakan “pignus depositum”, dimana barang tanggungan tidak
menjadi milik orang yang menghutangkan selama hutangnya belum dibayar, tetapi
barang itu diserahkan padanya untuk menjadi pegangan saja.
Selanjutnya,
ada cara lain lagi yang dinamakan hypotecha dimana barang tanggungan tidak
dipindahkan kedalam tangan orang yang menghutangkan tetapi orang ini selalu
dapat memintanya, meskipun barang itu sudah berada ditangan orang lain, apabila
orang yang berhutang tidak menepati kewajibannya. Baik barang-barang yang
bergerak ataupun tak bergerak dapat diberikan dalam hypotecha tersebut.
e)
Piutang-piutang
yang diberikan keistimewaan (privilage)
Ialah suatu
keadaan istimewa dari seorang penagih yang diberikan oleh undang-undang melulu
berdasarka sifat piutang.
f)
Hak reklame,
Ialah hak
penjual untuk meminta kembali barang yang telah dijualnya apabila pembeli tidak
melunasi pembayarannya dalam jangka waktu 30 hari.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Pengertian Hukum Benda
Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum
yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara subjek hukum dengan benda dan hak
kebendaan.[8]
Ruang lingkup kajian hukum benda meliputi dua hal berikut ini:
·
Mengatur
hubungan antar subjek hukum dengan dengan benda.
·
Mengatur
hubungan antara subjek hukum dengan hak kebendaan. Hak kebendaan adalah
kewenangan untuk menguasai benda.[9]
Hak kebendaan dibagi menjadi dua,
yaitu; hak menikmati dan hak jaminan.
B.
Pengertian Benda
Pengertian
benda merupakan terjemah dari kata zaak (Belanda)
atau material (Inggris). Menurut
KUHPerdata yang tercantum dalam Pasal 499 KUHPerdata yang berbunyi:”Kebendaan
adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.”
Benda sebagai subjek hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu; benda yang
berwujud dan benda yang tidak dapat diraba.[10]
C.
Macam-macam Benda
Dalam Pasal 503 sampai
dengan 505 KUHPerdata telah ditentukan pembagian benda. Benda di dalam
ketentuan itu dibagi menjadi dua macam, yaitu:
·
Benda
bertubuh dan tidak bertubuh
·
Benda
bergerak dan tidak bergerak
Di dalam berbagai literature
dikenal empat macam benda, yaitu:
·
Benda
yang dapat diganti dan tidak diganti
·
Benda
yang dapat diperdagangkan dan tidak dapat diperdagangkan
·
Benda
yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi.
D.
Hak Milik
Hak milik diatur di dalam Buku II KUHPerdata Pasal
570 sampain dengan Pasal 624, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Buku III
NBW. Hak milik sendiri memiliki pengertian hak untuk menikmati kegunaan sesuatu
kebendaan dengan leluasa dan untuk bebas berbuat terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak melanggar undang-undang.
Adapun
ciri-ciri hak milik sebagai berikut:
1. Hak milik
merupakan hak pokok terhadap hak-hak kebendaan yang bersifat terbatas
2. Hak merupakan
suatu hak yang paling sempurna
3. Hak milik
bersifat tetap, yaitu hakmilik tidak akan lenyap oleh hak kebendaan yang lain,
tetapi dapat lenyap karena hak milik.
4. Hak milik
merupakan inti dari hak-hak kebendaan yang lain.[11]
Ada dua macam hak- hak milik atas tanah yaitu
menurut hukum adat yang lazim dinamakan dalam bahasa Belanda “ inlandsch
bezitrech” dan hak milik menurut BW yang disebut hak eingendom atau hak milik.
Ada dua unsur dari isi hak milik yaitu [12]:
c. Hak untuk mengambil hasil dari benda
itu/ tanah seluas- luasnya.
d. Hak untuk menguasai benda / tanah itu
seluas- luasnya.
Tanah merupakan satu- satunya benda kekayaan yang
mungkin tidak akan musnah, sifat tetap dari tanah digandeng pula dengan sifat
lain yaitu bahwa manusia hidup, berdiri, duduk, berbaring diatas tanah.
E.
Hak Kebendaan
1. Bezit
2. Eigendom
3. Hak-hak kebendaan di atas benda orang lain
4.
Pand dan
Hypotheek,
5.
Piutang-piutang
yang diberikan keistimewaan (privilage)
6.
Hak reklame
DAFTAR PUSTAKA
Prodjodikoro,
Wirono. 1960. Hukum Perdata tentang Hak Atas Tanah. Jakarta: Seorolngan
Subekti, Prof,
S.H. 1994. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa.
HS, Salim, S.H,
M. S. 2008. Pengantar Hukum Perdata Tertulis. Jakarta: Sinar Grafika
http://pengantarhukumindonesia.blogspot.com/2008
[1] http://pengntarhukumindonesia.blogspot.com/2008
[2] Ibid.
[3] Salim HS, S.H., M.S.,
Pengantar Hukum Perdata tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) hlm.
98-100.
[4] Ibid, hlm. 102.
[5] Wirono Prodjodikoro,Hukum
perdata tentang hak atas tanah.Jakarta.1960.Soerolngan
[6] Ibid,hlm. 41
[7] Prof. Subekti, POKOK-POKOK HUKUM PERDATA,
(Jakarta : intermasa, 1994),hlm. 63
[8] Salim HS, S.H., M.S.,
Pengantar Hukum Perdata tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) hlm. 89.
[9] Ibid, hlm. 89.
[10] Ibid, hlm. 96.
[11] Ibid, hlm. 102.
[12] Wirono Prodjodikoro,Hukum
perdata tentang hak atas tanah.Jakarta.1960.Soerolngan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar